Agen Bola - Prancis 0-1 Jerman - Pragmatisme Jerman Menghentikan Prancis - Jerman kembali membuktikan kalau label sebagai raja turnamen pantas disematkan pada mereka. Die Mannschaft
memecahkan rekor lolos ke semifinal empat kali berturut-turut, berkat
kemenangan tipis 1-0 melawan Prancis melalui gol tunggal Mats Hummels.
Perang Taktik Sejak Sebelum Pertandingan
Agen Bola - Prancis 0-1 Jerman - Pragmatisme Jerman Menghentikan Prancis - Didier Deschamps membuat sedikit perubahan, dengan mengganti trio di lini depan berbeda dibandingkan dengan pertandingan babak 16 besar melawan Nigeria. Ia menempatkan Karim Benzema sebagai ujung tombak – sebelumnya ditempatkan di kiri — dan mengganti Olivier Giroud dengan Antoinne Griezmann di posisi yang ditinggalkan Benzema.
Komposisi ini sebenarnya sudah tertebak jika melihat permainan Prancis pada pertandingan-pertandingan sebelumnya. Permainan sayap khas yang diperagakan Les Blues akan lebih optimal jika sang pelatih, Didier Deschamps, memainkan sayap murni. Benar saja, sepanjang babak pertama kedua, area sayap Jerman terus menerus dibombardir tanpa henti.
Tetapi, penerapan taktik ini tak semulus yang diharapkan, karena berhasil terbaca oleh Joachim Loew. Pelatih berusia 54 tahun tersebut memilih memasang tiga gelandang tangguh di tengah sekaligus: Toni Kross, Sami Khedira, serta Bastian Schweinsteiger. Ia juga menempatkan Philipp Lahm kembali ke posisi aslinya sebagai bek kanan, tak lagi berada di tengah sebagai gelandang bertahan sebagaimana empat pertandingan sebelumnya.
Selain itu, Loew juga memilih untuk memainkan seorang ujung tombak murni sedari menit awal, Miroslav Klose. Sebagai gambaran, striker gaek tersebut selalu bermain dari bangku cadangan pada dua penampilan sebelumnya. Die Mannschaft lebih sering memainkan sosok Thomas Mueller atau Mario Gotze, yang notabene bukan seorang striker.
Antisipasi yang dilakukan oleh Joachim Löw terbukti tepat. Prancis menjadi kesulitan masuk lewat sayap, karena ketiga gelandang juga sering bermain melebar untuk menghentikan pemain Prancis. Pertahanan Paul Pogba dkk pun seakan terus-menerus dipukul mundur oleh barisan penyerang Jerman.
Pelanggaran Prancis
Sebelum terjadi gol Hummels pada menit 12, Jerman sudah melakukan 10 kali skema serangan ke gawang Prancis. Di sinilah peran Klose sebagai striker terlihat, meski tak menguasai bola secara penuh namun ia berhasil membuat garis pertahanan Prancis turun lebih dalam.
osisi Klose hampir selalu dekat dengan bek lawan, meski ia jarang terlihat karena minim pasokan bola kepadanya. Sehingga, ketika gelandang Jerman sedang membawa bola, Klose dapat terus mendorong dan membuka jalan bagi rekan lainnya untuk masuk kotak penalti.
Jerman seakan ingin mencetak gol sesegera mungkin. Mereka melakukan pressing ketat, umpan-umpan pendek, dan dengan aktif bergerak untuk mencari ruang. Prancis sendiri tak pernah menghadapi lawan dengan tingkat kesulitan seperti ini sepanjang Piala Dunia 2014. Inilah lawan paling berat yang harus mereka jalani. Permainan rapi serta transisi bertahan-menyerang Jerman membuat kerepotan kubu Prancis.
Meski dari bola mati, namun gol Hummels menjadi sedikit gambaran mengenai jalannya pertandingan pada awal babak pertama. Pergerakan dan pressing Jerman memaksa Prancis untuk melakukan pelanggaran, yang kemudian menghasilkan skema bola mati. Salah satunya adalah pelanggaran Paul Pogba yang lalu dieksekusi oleh Toni Kross dan berbuah assist bagi Hummels.
Tercatat, sepanjang 45 menit pertama, Jerman sendiri mampu membuat tiga peluang mencetak gol dari skema bola mati.
Upaya Jerman Menguasai Bola
Jerman termasuk salah satu tim yang gemar bermain dengan penguasaan bola. Prinsip dasarnya adalah bola tidak dapat direbut lawan dan sesegera mungkin mengambil bola ketika terlepas. Selain itu, para pemain harus mampu mencegah pemain lawan menguasai bola dengan menutup ruang sebisa mungkin.
Seperti itulah kira-kira gambaran permainan Jerman dalam pertandingan kali ini. Meski begitu, taktik Löw dalam mengatur tempo pertandingan juga terbilang baik, karena mayoritas tim Eropa akan kesulitan dalam bermain di cuaca ekstrem seperti pada laga ini. Suhu di stadion Maracana memang hanya 26 derajat celcius. tetapi kelembaban udara mencapai 88%, sehingga pemain kesulitan berkeringat dan suhu badan meningkat.
Pengaturan tempo permainan yang dilakukan Jerman, terutama pada babak kedua, juga dibantu adanya jeda turun minum. Selain dengan melakukan umpan-umpan pendek dan menjaga kerapatan antar lini, ada beberapa cara lain yang dilakukan Jerman untuk mempertahankan penguasaan tersebut. Penggunaan Klose di lini depan sebenarnya tak hanya berfungsi sebagai pendorong garis pertahanan Prancis, tetapi juga pertahanan lapis pertama bagi Jerman. Tugasnya adalah mengganggu pemain Les Blues ketika menguasai bola di daerah sendiri.
Begitu juga dengan posisi Lahm yang kembali sebagai bek kanan. Meski posisinya berubah, namun fungsinya masih tetap sama, sebagai salah satu inisiator dalam membangun serangan dari belakang. Dengan begitu, Jerman dapat melakukan penguasaan bola. Pasalnya, selain Lahm, masih ada lagi gelandang lain yang siap membuka ruang.
Pergerakan gelandang tengah Jerman jauh lebih cair dibandingkan Prancis. Hal ini yang membuat lini tengah berhasil dikuasai secara penuh oleh Jerman.
Heat map Khedira, Kroos, dan Schweinsteiger - Squawka
Bahkan, ketika bertahan, tiga gelandang tengah Jerman seakan hanya terlihat santai menghadapi serangan Prancis. Selain fokus serangan lebih banyak melalui sayap, tetapi penempatan posisi Khedira, Kroos, dan Schweinsteiger memang selalu tepat. Menutup ruang gerak agar sayap Prancis tak mudah masuk sepertiga akhir melalui tengah.
Jerman pun tak ragu-ragu untuk memutus aliran bola Prancis dari daerah pertahanan lawan. Ini terlihat dari pelanggaran yang dilakukan Jerman sepanjang pertandingan. Terlihat dari grafik di bawah ini bahwa dari 18 pelanggaran yang dilakukan Jerman, 14 di antaranya dilakukan di daerah pertahanan Prancis (nyaris 78%).
Hal ini yang menyulitkan Prancis untuk membangun serangan dari bawah dan akhirnya menggunakan bola-bola panjang yang mudah dipatahkan.
Grafis Pelanggaran yang Dilakukan Jerman - Squawka
Kenapa Harus Benzema?
Benzema adalah bintang bagi Prancis. Statusnya sebagai penyerang utama Real Madrid semakin melambungkan namanya di mata publik. Begitu juga soal kemampuan mengolah bola yang menjadikannya striker utama tim nasional.
Tetapi, nama besarnya tak membantu banyak bagi Prancis. Hal ini terkait dengan gaya main yang diperagakan Deschamps, yakni menumpahkan seluruh energi menuju ke sayap meski terkesan memaksa. Hal ini kemudian yang membuat Benzema tak mampu bicara banyak pada babak pertama.
Menyerang ke kotak penalti untuk menyambar umpan-umpan silang, Benzema gagal menyelesaikan peluang yang didapatnya. Sebagai seorang penyerang, Benzema membutuhkan ruang bebas untuk memanfaatkan kecepatan dan bukan dengan berduel (udara) langsung dengan bek lawan. Justru bola-bola seperti ini yang seharusnya jadi makanan empuk bagi seorang Giroud.
Deschamps sepertinya tak cukup berani mencadangkan bintangnya tersebut. Padahal, anak kesayangannya ini terlihat seperti tak nyaman terus menerus diam di kotak penalti. Masalah ini kemudian coba diselesaikan oleh Deschamps melalui taktik pergantian pemain, meski terlambat.
Prancis menarik seorang gelandang tengah, Yohan Cabaye, dan memasukan pemain sayap Loïc Remy pada menit 73. Pola yang dipakai Les Blues kemudian berubah, menjadi 4-2-3-1 dengan Valbuena dan Griezmann bergantian ke tengah. Sementara itu, Remy fokus berada di sayap kanan.
Tapi, meski terlihat ingin memperkuat sektor tengah, nyatanya Prancis tetap terus menerus mengandalkan sayap. Masalah Benzema jelas tak berhasil teratasi dengan cara demikian. Karena toh tetap sama saja, bola datang dari samping dan Benzema tetap harus menerima bola dalam keadaan terkawal.
Grafis umpan Prancis 75-90 - Squawka
Baru kemudian Deschamps memasukan Giroud untuk menggantikan Valbuena pada lima menit sebelum akhir pertandingan. Pergantian yang terlihat lebih karena frustasi karena dilakukan menjelang akhir laga.
Bermain dengan dua striker dengan pola 4-4-2, Benzema justru terlihat nyaman dengan menjemput bola dan masuk kotak penalti dari tengah melalui umpan 1-2. Hanya saja, tendangannya pada masa injury time saat tinggal berhadapan dengan Neuer berhasil ditepis dan sehingga upaya Prancis menyamakan kedudukan dan membuka lagi kesempatan ke semifinal gagal.
Kesimpulan
Bermain di kelembaban 80%, Jerman terlihat bermain pragmatis yaitu dengan mengutamakan hasil akhir. Mereka mengatur tempo, menyulitkan Prancis dalam mengembangkan permainan, serta mampu memanfaatkan skema bola mati untuk mencetak gol. Tidak cantik memang, tapi dengan bermain “setengah bagus” saja mereka mampu menundukkan salah satu tim kuat lainnya.
Kelebihan Jerman dari Prancis adalah kemampuan menerjemahkan dan melakukan perubahan strategi di lapangan. Ini berbeda dengan Deschamps yang seolah tidak mengerti cara memaksimalkan kemampuan Benzema, dan terlambat melakukan pergantian pemain.
Padahal apabila dilakukan lebih awal, mungkin saja akan ada pertandingan yang jauh lebih seru dan skor bukan Didier Deschamps 0-1 Joachim Loew.
AGEN BOLA |
Perang Taktik Sejak Sebelum Pertandingan
Agen Bola - Prancis 0-1 Jerman - Pragmatisme Jerman Menghentikan Prancis - Didier Deschamps membuat sedikit perubahan, dengan mengganti trio di lini depan berbeda dibandingkan dengan pertandingan babak 16 besar melawan Nigeria. Ia menempatkan Karim Benzema sebagai ujung tombak – sebelumnya ditempatkan di kiri — dan mengganti Olivier Giroud dengan Antoinne Griezmann di posisi yang ditinggalkan Benzema.
Agen Bola Piala Dunia
Komposisi ini sebenarnya sudah tertebak jika melihat permainan Prancis pada pertandingan-pertandingan sebelumnya. Permainan sayap khas yang diperagakan Les Blues akan lebih optimal jika sang pelatih, Didier Deschamps, memainkan sayap murni. Benar saja, sepanjang babak pertama kedua, area sayap Jerman terus menerus dibombardir tanpa henti.
Tetapi, penerapan taktik ini tak semulus yang diharapkan, karena berhasil terbaca oleh Joachim Loew. Pelatih berusia 54 tahun tersebut memilih memasang tiga gelandang tangguh di tengah sekaligus: Toni Kross, Sami Khedira, serta Bastian Schweinsteiger. Ia juga menempatkan Philipp Lahm kembali ke posisi aslinya sebagai bek kanan, tak lagi berada di tengah sebagai gelandang bertahan sebagaimana empat pertandingan sebelumnya.
Selain itu, Loew juga memilih untuk memainkan seorang ujung tombak murni sedari menit awal, Miroslav Klose. Sebagai gambaran, striker gaek tersebut selalu bermain dari bangku cadangan pada dua penampilan sebelumnya. Die Mannschaft lebih sering memainkan sosok Thomas Mueller atau Mario Gotze, yang notabene bukan seorang striker.
Antisipasi yang dilakukan oleh Joachim Löw terbukti tepat. Prancis menjadi kesulitan masuk lewat sayap, karena ketiga gelandang juga sering bermain melebar untuk menghentikan pemain Prancis. Pertahanan Paul Pogba dkk pun seakan terus-menerus dipukul mundur oleh barisan penyerang Jerman.
Pelanggaran Prancis
Sebelum terjadi gol Hummels pada menit 12, Jerman sudah melakukan 10 kali skema serangan ke gawang Prancis. Di sinilah peran Klose sebagai striker terlihat, meski tak menguasai bola secara penuh namun ia berhasil membuat garis pertahanan Prancis turun lebih dalam.
osisi Klose hampir selalu dekat dengan bek lawan, meski ia jarang terlihat karena minim pasokan bola kepadanya. Sehingga, ketika gelandang Jerman sedang membawa bola, Klose dapat terus mendorong dan membuka jalan bagi rekan lainnya untuk masuk kotak penalti.
Jerman seakan ingin mencetak gol sesegera mungkin. Mereka melakukan pressing ketat, umpan-umpan pendek, dan dengan aktif bergerak untuk mencari ruang. Prancis sendiri tak pernah menghadapi lawan dengan tingkat kesulitan seperti ini sepanjang Piala Dunia 2014. Inilah lawan paling berat yang harus mereka jalani. Permainan rapi serta transisi bertahan-menyerang Jerman membuat kerepotan kubu Prancis.
Meski dari bola mati, namun gol Hummels menjadi sedikit gambaran mengenai jalannya pertandingan pada awal babak pertama. Pergerakan dan pressing Jerman memaksa Prancis untuk melakukan pelanggaran, yang kemudian menghasilkan skema bola mati. Salah satunya adalah pelanggaran Paul Pogba yang lalu dieksekusi oleh Toni Kross dan berbuah assist bagi Hummels.
Tercatat, sepanjang 45 menit pertama, Jerman sendiri mampu membuat tiga peluang mencetak gol dari skema bola mati.
Upaya Jerman Menguasai Bola
Jerman termasuk salah satu tim yang gemar bermain dengan penguasaan bola. Prinsip dasarnya adalah bola tidak dapat direbut lawan dan sesegera mungkin mengambil bola ketika terlepas. Selain itu, para pemain harus mampu mencegah pemain lawan menguasai bola dengan menutup ruang sebisa mungkin.
Seperti itulah kira-kira gambaran permainan Jerman dalam pertandingan kali ini. Meski begitu, taktik Löw dalam mengatur tempo pertandingan juga terbilang baik, karena mayoritas tim Eropa akan kesulitan dalam bermain di cuaca ekstrem seperti pada laga ini. Suhu di stadion Maracana memang hanya 26 derajat celcius. tetapi kelembaban udara mencapai 88%, sehingga pemain kesulitan berkeringat dan suhu badan meningkat.
Pengaturan tempo permainan yang dilakukan Jerman, terutama pada babak kedua, juga dibantu adanya jeda turun minum. Selain dengan melakukan umpan-umpan pendek dan menjaga kerapatan antar lini, ada beberapa cara lain yang dilakukan Jerman untuk mempertahankan penguasaan tersebut. Penggunaan Klose di lini depan sebenarnya tak hanya berfungsi sebagai pendorong garis pertahanan Prancis, tetapi juga pertahanan lapis pertama bagi Jerman. Tugasnya adalah mengganggu pemain Les Blues ketika menguasai bola di daerah sendiri.
Begitu juga dengan posisi Lahm yang kembali sebagai bek kanan. Meski posisinya berubah, namun fungsinya masih tetap sama, sebagai salah satu inisiator dalam membangun serangan dari belakang. Dengan begitu, Jerman dapat melakukan penguasaan bola. Pasalnya, selain Lahm, masih ada lagi gelandang lain yang siap membuka ruang.
Pergerakan gelandang tengah Jerman jauh lebih cair dibandingkan Prancis. Hal ini yang membuat lini tengah berhasil dikuasai secara penuh oleh Jerman.
Heat map Khedira, Kroos, dan Schweinsteiger - Squawka
Bahkan, ketika bertahan, tiga gelandang tengah Jerman seakan hanya terlihat santai menghadapi serangan Prancis. Selain fokus serangan lebih banyak melalui sayap, tetapi penempatan posisi Khedira, Kroos, dan Schweinsteiger memang selalu tepat. Menutup ruang gerak agar sayap Prancis tak mudah masuk sepertiga akhir melalui tengah.
Jerman pun tak ragu-ragu untuk memutus aliran bola Prancis dari daerah pertahanan lawan. Ini terlihat dari pelanggaran yang dilakukan Jerman sepanjang pertandingan. Terlihat dari grafik di bawah ini bahwa dari 18 pelanggaran yang dilakukan Jerman, 14 di antaranya dilakukan di daerah pertahanan Prancis (nyaris 78%).
Hal ini yang menyulitkan Prancis untuk membangun serangan dari bawah dan akhirnya menggunakan bola-bola panjang yang mudah dipatahkan.
Grafis Pelanggaran yang Dilakukan Jerman - Squawka
Kenapa Harus Benzema?
Benzema adalah bintang bagi Prancis. Statusnya sebagai penyerang utama Real Madrid semakin melambungkan namanya di mata publik. Begitu juga soal kemampuan mengolah bola yang menjadikannya striker utama tim nasional.
Tetapi, nama besarnya tak membantu banyak bagi Prancis. Hal ini terkait dengan gaya main yang diperagakan Deschamps, yakni menumpahkan seluruh energi menuju ke sayap meski terkesan memaksa. Hal ini kemudian yang membuat Benzema tak mampu bicara banyak pada babak pertama.
Menyerang ke kotak penalti untuk menyambar umpan-umpan silang, Benzema gagal menyelesaikan peluang yang didapatnya. Sebagai seorang penyerang, Benzema membutuhkan ruang bebas untuk memanfaatkan kecepatan dan bukan dengan berduel (udara) langsung dengan bek lawan. Justru bola-bola seperti ini yang seharusnya jadi makanan empuk bagi seorang Giroud.
Deschamps sepertinya tak cukup berani mencadangkan bintangnya tersebut. Padahal, anak kesayangannya ini terlihat seperti tak nyaman terus menerus diam di kotak penalti. Masalah ini kemudian coba diselesaikan oleh Deschamps melalui taktik pergantian pemain, meski terlambat.
Prancis menarik seorang gelandang tengah, Yohan Cabaye, dan memasukan pemain sayap Loïc Remy pada menit 73. Pola yang dipakai Les Blues kemudian berubah, menjadi 4-2-3-1 dengan Valbuena dan Griezmann bergantian ke tengah. Sementara itu, Remy fokus berada di sayap kanan.
Tapi, meski terlihat ingin memperkuat sektor tengah, nyatanya Prancis tetap terus menerus mengandalkan sayap. Masalah Benzema jelas tak berhasil teratasi dengan cara demikian. Karena toh tetap sama saja, bola datang dari samping dan Benzema tetap harus menerima bola dalam keadaan terkawal.
Grafis umpan Prancis 75-90 - Squawka
Baru kemudian Deschamps memasukan Giroud untuk menggantikan Valbuena pada lima menit sebelum akhir pertandingan. Pergantian yang terlihat lebih karena frustasi karena dilakukan menjelang akhir laga.
Bermain dengan dua striker dengan pola 4-4-2, Benzema justru terlihat nyaman dengan menjemput bola dan masuk kotak penalti dari tengah melalui umpan 1-2. Hanya saja, tendangannya pada masa injury time saat tinggal berhadapan dengan Neuer berhasil ditepis dan sehingga upaya Prancis menyamakan kedudukan dan membuka lagi kesempatan ke semifinal gagal.
Kesimpulan
Bermain di kelembaban 80%, Jerman terlihat bermain pragmatis yaitu dengan mengutamakan hasil akhir. Mereka mengatur tempo, menyulitkan Prancis dalam mengembangkan permainan, serta mampu memanfaatkan skema bola mati untuk mencetak gol. Tidak cantik memang, tapi dengan bermain “setengah bagus” saja mereka mampu menundukkan salah satu tim kuat lainnya.
Kelebihan Jerman dari Prancis adalah kemampuan menerjemahkan dan melakukan perubahan strategi di lapangan. Ini berbeda dengan Deschamps yang seolah tidak mengerti cara memaksimalkan kemampuan Benzema, dan terlambat melakukan pergantian pemain.
Padahal apabila dilakukan lebih awal, mungkin saja akan ada pertandingan yang jauh lebih seru dan skor bukan Didier Deschamps 0-1 Joachim Loew.
Posted By : AGEN BOLA SENTABET
0 komentar:
Posting Komentar