Agen Bola - German Night in Rio - Quentin Tarantino mendedikasikan salah satu babak dalam 'Inglourious Basterds' untuk menceritakan pesta yang akan dihelat oleh orang-orang Jerman di Prancis. Judul babak tersebut adalah 'German Night in Paris'.
Agen Bola - German Night in Rio - Ketika para pendukung Jerman berbondong-bondong memasuki Rio de Janeiro pada akhir pekan kemarin, yang ada di benak mereka adalah satu: Ingin melihat tim nasional negara mereka keluar sebagai juara dunia. Pesta setelahnya adalah imbas yang tidak akan bisa dielakkan, tapi yang lebih penting dari pesta adalah Jerman akan menorehkan sejarah sebagai tim pertama yang jadi menjuarai Piala Dunia di tanah Amerika Latin.
Rio dikabarkan tak ubahnya rumah kedua bagi para pendukung Jerman. Para pendukung Brasil, tuan rumah sekaligus penduduk dari kota tersebut, dengan sukarela diokupasi oleh para pendukung Jerman, kendatipun timnas mereka dihantam Die Mannschaft 1-7 di semifinal. Melihat Philipp Lahm mengangkat trofi Piala Dunia di Maracana adalah pemandangan yang lebih baik ketimbang horor melihat Lionel Messi melakukan hal yang sama.
"Kami orang Brasil tak suka Argentina. Banyak teman saya orang Brasil yang nonton di Maracana datang dengan memakai baju Jerman. Selamat untuk Jerman!"
Ucapan tersebut dicetuskan oleh salah seorang pendukung Brasil di Maracana kepada wartawan detikSport, Kris Fathoni, di Maracana. Jerman pada akhirnya memang keluar sebagai juara, tetapi Brasil juga ikut berpesta. Setidaknya, buat orang Brasil, pesta yang terjadi semalam bukanlah pesta untuk musuh mereka.
Dalam babak 'German Night in Paris' yang dituliskan oleh Tarantino itu, diceritakan bagaimana orang Jerman (dalam hal ini para tentara Nazi beserta para petinggi dan simpatisannya) berniat untuk mengadakan pesta sembari menyaksikan film propaganda berjudul Stolz der Nation (Nation's Pride).
Bedanya, tentu saja, okupasi Jerman ke Prancis ketika itu dilakukan dengan paksa. Pesta yang mereka niatkan untuk berlangsung meriah itu pun berujung jadi bencana dan pembantaian massal. Yang sama, pesta orang-orang Jerman di Paris dalam babak di 'Inglourious Basterds' tersebut dan pesta orang-orang Jerman di Rio sama-sama menyaksikan sebuah adegan bertemakan "Kebanggaan Bangsa".
Tanda-tanda Pesta Bermula Sejak Awal
Sempat ada kekhawatiran Jerman akan mengalami ketimpangan di lini tengah ketika Sami Khedira mendapatkan cedera engkel pada pemanasan jelang kick-off. Namun, kekhawatiran ini tidak terbukti. Pengganti Khedira, Christoph Kramer, tampil tidak buruk kendatipun belum pernah menjadi starter pada laga kompetitif di level internasional.
Jerman tetap dominan mengalirkan bola, sementara Argentina lebih banyak menunggu di daerahnya sendiri seraya mencuri kesempatan satu atau dua kali untuk melakukan serangan balik. Kredit khusus memang layak disematkan untuk back-four Argentina yang terdiri dari Ezequiel Garay, Martin Demichelis, Marcos Rojo, dan Pablo Zabaleta. Ditambah performa apik dari dua gelandang mereka, Lucas Biglia dan Javier Mascherano, Argentina berubah jadi tim yang alot untuk ditembus sepanjang turnamen.
Argentina sempat bersorak sejenak ketika Gonzalo Higuain membobol gawang Manuel Neuer. Higuain pun tidak bisa menyembunyikan luapan kegembiraannya dengan berteriak seraya menunjuk-nunjuk dirinya sendiri. Kegembiraan mencetak gol di final Piala Dunia memang tidak ada duanya. Sayangnya, gol itu dibatalkan lantaran offside.
Selanjutnya, Argentina praktis mendapatkan peluang dari hasil serangan-serangan balik. Sementara, Jerman sukses mengalirkan bola ke seluruh penjuru lapangan, kendati mayoritas umpan yang dilepaskan ke dalam kotak penalti berasal dari sisi kanan. Mobilitas Lahm rupanya tidak terlalu bisa diimbangi oleh Benedikt Howedes.
Meskipun tampak kesulitan untuk membongkar pertahanan Argentina, dan hanya mendapatkan tiga buah attempts selama babak pertama, para pemain Jerman secara konstan dan sabar terus berusaha mencari celah. Para pemain Jerman sedari awal sudah mulai memberi tanda bahwa mereka bisa berpesta di akhir --bahkan tanpa mereka sadari dengan sendirinya.
Luka Perang Schweinsteiger
Jika ada orang yang patut diberikan rasa salut paling besar, maka orang itu adalah Bastian Schweinsteiger. Peran Schweinsteiger memang tidak sekasat mata Mario Goetze yang akhirnya memberi gol kemenangan atau Andre Schuerrle yang menjadi penyumbang assist-nya, tapi Schweinsteiger mampu memberikan perlindungan yang efektif untuk barisan pertahanan Jerman.
Schweinsteiger adalah dinamo dari lini tengah Jerman semalam. Ketika Khedira terpaksa absen, Joachim Loew mau tidak mau berpaling kepada Christoph Kramer --gelandang berusia 23 tahun yang sebelum laga final belum sekalipun jadi starter untuk Jerman.
Tanpa Khedira yang rajin naik dan turun untuk membantu serangan, Schweinsteiger kerja dobel. Tidak hanya harus menjaga penguasaan bola di lini tengah, tetapi juga harus turun untuk membantu pertahanan.
Ketika Kramer cedera, setelah kepalanya terbentur oleh bahu Ezequiel Garay dan harus digantikan oleh Schuerrle, Schweinsteiger pun jadi satu-satunya gelandang bertahan murni Jerman.
Hasilnya? Schweinsteiger menjalani laga dengan amat baik. Squawka mencatat, Schweinsteiger melakukan 4 tekel sukses sepanjang pertandingan dan mengkreasikan satu peluang. Di luar itu, akurasi passing-nya mencapai angka 90%.
Bagaimana Schweinsteiger aktif melindungi barisan pertahanan sudah kerap dia tunjukkan dalam laga-laga sebelumnya. Pada babak perempatfinal menghadapi Prancis, gelandang Bayern Munich itu tidak jarang turun sampai ke dalam kotak penalti timnya untuk melakukan blok.
Kerja keras Schweinsteiger ini akhirnya "berhadiah" luka di bawah mata kanannya yang didapatnya ketika bertabrakan dengan Sergio Aguero. Luka tersebut masih terlihat jelas ketika prosesi penyerahan trofi dilakukan. Mungkin kelak, di seluruh gambar yang menunjukkan Schweinsteiger mengangkat trofi Piala Dunia, luka itu akan dikenal sebagai luka perang --yang baru saja dimenanginya.
Mario Goetze: Dewa, Judas, Pahlawan
Mario Goetze punya berbagai status. Franz Beckenbauer menyebutnya sebagai pemain yang tidak mungkin dihentikan. Dia punya insting bagus layaknya Lionel Messi dan punya bakat luar biasa pula dalam soal membaca arah permainan. "Dia menerobos pertahanan lawan seolah-olah mereka tidak ada," kata Beckenbauer.
Di luar itu, Goetze juga punya status sebagai "Judas". Kepindahannya ke Bayern Munich dituding oleh banyak orang karena dia menginginkan bayaran yang lebih besar daripada yang dia terima di Borussia Dortmund. Pelatih Dortmund, Juergen Klopp, tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Di tengah usahanya untuk mengikis dominasi Bayern, salah seorang pemain andalannya malah menyeberang.
Tapi, semalam Goetze menembus status baru. Konon, pada beberapa kesempatan Goetze sempat mendapatkan julukan "Gottlich", pelesetan dari namanya yang juga berarti "Divine" atau "Godly" --seperti Dewa-- karena permainannya di lapangan. Kini, setelah mencetak gol tunggal kemenangan Jerman, Goetze pun layak mendapatkan status sebagai pahlawan negara.
Status yang sama pernah disandang Andres Iniesta empat tahun silam, ketika dia mencetak gol tunggal ke gawang Belanda untuk memberikan trofi Piala Dunia perdana kepada Spanyol. Situs harian Marca bahkan melabeli Goetze sebagai "Iniesta Baru" atas golnya ke gawang Sergio Romero di menit ke-113.
Usai pertandigan, Goetze kerap tertangkap kamera tengah memandang ke atas, seolah-olah tidak percaya atas apa yang baru dia perbuat.
Taktik Joachim Loew memasukkannya menggantikan Miroslav Klose terbukti efektif. Dengan ditariknya Klose, Thomas Mueller pun naik ke depan untuk menjadi false nine. Mueller kemudian berperan besar dalam proses terjadinya gol Jerman ketika dia sukses menarik keluar Martin Demichelis dari sarangnya.
Lubang yang ditinggalkan Demichelis itulah yang kemudian dieksploitasi Goetze dan dari lubang itulah gol Jerman tercipta.
Kemenangan Sebuah Tim
Jerman menunjukkan kemenangan sebuah tim dengan tidak mengandalkan satu orang semata. Ketika Klose yang diandalkan di lini depan mati, Loew dengan cerdik mengganti taktiknya dengan menggunakan skema false nine. Ini menunjukkan Jerman tidak hanya punya satu opsi semata.
Berbeda dengan Argentina yang amat mengandalkan Lionel Messi. Ketika Messi buntu dan kehabisan ide, tidak ada pemain lain yang bisa membantunya.
Ini kemudian diperparah dengan pergantian pemain yang dilakukan Alejandro Sabella. Dia memasukkan Sergio Aguero yang nyaris tidak terlihat sama sekali dan menarik keluar Ezequiel Lavezzi yang tampil mengancam dari sisi kanan selama babak pertama. Dia juga menarik keluar Higuain dan memasukkan Rodrigo Palacio --yang pada akhirnya gagal memaksimalkan satu peluang emas ketika tinggal berhadapan dengan Neuer.
Apa pun itu, Jerman memang layak untuk diberi selamat. Usaha mereka membangun tim dengan mulai melakukan pembibitan terhadap pemain-pemain muda terbilang sukses. Jangan heran kalau gelar Piala Dunia 2014 ini barulah awal dari mereka.
========================================================================
*penulis adalah wartawan @Sentabet. Beredar di dunia maya dengan akun @Senta bet
AGEN BOLA |
Agen Bola - German Night in Rio - Ketika para pendukung Jerman berbondong-bondong memasuki Rio de Janeiro pada akhir pekan kemarin, yang ada di benak mereka adalah satu: Ingin melihat tim nasional negara mereka keluar sebagai juara dunia. Pesta setelahnya adalah imbas yang tidak akan bisa dielakkan, tapi yang lebih penting dari pesta adalah Jerman akan menorehkan sejarah sebagai tim pertama yang jadi menjuarai Piala Dunia di tanah Amerika Latin.
Agen Bola Online
Rio dikabarkan tak ubahnya rumah kedua bagi para pendukung Jerman. Para pendukung Brasil, tuan rumah sekaligus penduduk dari kota tersebut, dengan sukarela diokupasi oleh para pendukung Jerman, kendatipun timnas mereka dihantam Die Mannschaft 1-7 di semifinal. Melihat Philipp Lahm mengangkat trofi Piala Dunia di Maracana adalah pemandangan yang lebih baik ketimbang horor melihat Lionel Messi melakukan hal yang sama.
"Kami orang Brasil tak suka Argentina. Banyak teman saya orang Brasil yang nonton di Maracana datang dengan memakai baju Jerman. Selamat untuk Jerman!"
Ucapan tersebut dicetuskan oleh salah seorang pendukung Brasil di Maracana kepada wartawan detikSport, Kris Fathoni, di Maracana. Jerman pada akhirnya memang keluar sebagai juara, tetapi Brasil juga ikut berpesta. Setidaknya, buat orang Brasil, pesta yang terjadi semalam bukanlah pesta untuk musuh mereka.
Dalam babak 'German Night in Paris' yang dituliskan oleh Tarantino itu, diceritakan bagaimana orang Jerman (dalam hal ini para tentara Nazi beserta para petinggi dan simpatisannya) berniat untuk mengadakan pesta sembari menyaksikan film propaganda berjudul Stolz der Nation (Nation's Pride).
Bedanya, tentu saja, okupasi Jerman ke Prancis ketika itu dilakukan dengan paksa. Pesta yang mereka niatkan untuk berlangsung meriah itu pun berujung jadi bencana dan pembantaian massal. Yang sama, pesta orang-orang Jerman di Paris dalam babak di 'Inglourious Basterds' tersebut dan pesta orang-orang Jerman di Rio sama-sama menyaksikan sebuah adegan bertemakan "Kebanggaan Bangsa".
Tanda-tanda Pesta Bermula Sejak Awal
Sempat ada kekhawatiran Jerman akan mengalami ketimpangan di lini tengah ketika Sami Khedira mendapatkan cedera engkel pada pemanasan jelang kick-off. Namun, kekhawatiran ini tidak terbukti. Pengganti Khedira, Christoph Kramer, tampil tidak buruk kendatipun belum pernah menjadi starter pada laga kompetitif di level internasional.
Jerman tetap dominan mengalirkan bola, sementara Argentina lebih banyak menunggu di daerahnya sendiri seraya mencuri kesempatan satu atau dua kali untuk melakukan serangan balik. Kredit khusus memang layak disematkan untuk back-four Argentina yang terdiri dari Ezequiel Garay, Martin Demichelis, Marcos Rojo, dan Pablo Zabaleta. Ditambah performa apik dari dua gelandang mereka, Lucas Biglia dan Javier Mascherano, Argentina berubah jadi tim yang alot untuk ditembus sepanjang turnamen.
Argentina sempat bersorak sejenak ketika Gonzalo Higuain membobol gawang Manuel Neuer. Higuain pun tidak bisa menyembunyikan luapan kegembiraannya dengan berteriak seraya menunjuk-nunjuk dirinya sendiri. Kegembiraan mencetak gol di final Piala Dunia memang tidak ada duanya. Sayangnya, gol itu dibatalkan lantaran offside.
Selanjutnya, Argentina praktis mendapatkan peluang dari hasil serangan-serangan balik. Sementara, Jerman sukses mengalirkan bola ke seluruh penjuru lapangan, kendati mayoritas umpan yang dilepaskan ke dalam kotak penalti berasal dari sisi kanan. Mobilitas Lahm rupanya tidak terlalu bisa diimbangi oleh Benedikt Howedes.
Meskipun tampak kesulitan untuk membongkar pertahanan Argentina, dan hanya mendapatkan tiga buah attempts selama babak pertama, para pemain Jerman secara konstan dan sabar terus berusaha mencari celah. Para pemain Jerman sedari awal sudah mulai memberi tanda bahwa mereka bisa berpesta di akhir --bahkan tanpa mereka sadari dengan sendirinya.
Luka Perang Schweinsteiger
Jika ada orang yang patut diberikan rasa salut paling besar, maka orang itu adalah Bastian Schweinsteiger. Peran Schweinsteiger memang tidak sekasat mata Mario Goetze yang akhirnya memberi gol kemenangan atau Andre Schuerrle yang menjadi penyumbang assist-nya, tapi Schweinsteiger mampu memberikan perlindungan yang efektif untuk barisan pertahanan Jerman.
Schweinsteiger adalah dinamo dari lini tengah Jerman semalam. Ketika Khedira terpaksa absen, Joachim Loew mau tidak mau berpaling kepada Christoph Kramer --gelandang berusia 23 tahun yang sebelum laga final belum sekalipun jadi starter untuk Jerman.
Tanpa Khedira yang rajin naik dan turun untuk membantu serangan, Schweinsteiger kerja dobel. Tidak hanya harus menjaga penguasaan bola di lini tengah, tetapi juga harus turun untuk membantu pertahanan.
Ketika Kramer cedera, setelah kepalanya terbentur oleh bahu Ezequiel Garay dan harus digantikan oleh Schuerrle, Schweinsteiger pun jadi satu-satunya gelandang bertahan murni Jerman.
Hasilnya? Schweinsteiger menjalani laga dengan amat baik. Squawka mencatat, Schweinsteiger melakukan 4 tekel sukses sepanjang pertandingan dan mengkreasikan satu peluang. Di luar itu, akurasi passing-nya mencapai angka 90%.
Bagaimana Schweinsteiger aktif melindungi barisan pertahanan sudah kerap dia tunjukkan dalam laga-laga sebelumnya. Pada babak perempatfinal menghadapi Prancis, gelandang Bayern Munich itu tidak jarang turun sampai ke dalam kotak penalti timnya untuk melakukan blok.
Kerja keras Schweinsteiger ini akhirnya "berhadiah" luka di bawah mata kanannya yang didapatnya ketika bertabrakan dengan Sergio Aguero. Luka tersebut masih terlihat jelas ketika prosesi penyerahan trofi dilakukan. Mungkin kelak, di seluruh gambar yang menunjukkan Schweinsteiger mengangkat trofi Piala Dunia, luka itu akan dikenal sebagai luka perang --yang baru saja dimenanginya.
Mario Goetze: Dewa, Judas, Pahlawan
Mario Goetze punya berbagai status. Franz Beckenbauer menyebutnya sebagai pemain yang tidak mungkin dihentikan. Dia punya insting bagus layaknya Lionel Messi dan punya bakat luar biasa pula dalam soal membaca arah permainan. "Dia menerobos pertahanan lawan seolah-olah mereka tidak ada," kata Beckenbauer.
Di luar itu, Goetze juga punya status sebagai "Judas". Kepindahannya ke Bayern Munich dituding oleh banyak orang karena dia menginginkan bayaran yang lebih besar daripada yang dia terima di Borussia Dortmund. Pelatih Dortmund, Juergen Klopp, tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Di tengah usahanya untuk mengikis dominasi Bayern, salah seorang pemain andalannya malah menyeberang.
Tapi, semalam Goetze menembus status baru. Konon, pada beberapa kesempatan Goetze sempat mendapatkan julukan "Gottlich", pelesetan dari namanya yang juga berarti "Divine" atau "Godly" --seperti Dewa-- karena permainannya di lapangan. Kini, setelah mencetak gol tunggal kemenangan Jerman, Goetze pun layak mendapatkan status sebagai pahlawan negara.
Status yang sama pernah disandang Andres Iniesta empat tahun silam, ketika dia mencetak gol tunggal ke gawang Belanda untuk memberikan trofi Piala Dunia perdana kepada Spanyol. Situs harian Marca bahkan melabeli Goetze sebagai "Iniesta Baru" atas golnya ke gawang Sergio Romero di menit ke-113.
Usai pertandigan, Goetze kerap tertangkap kamera tengah memandang ke atas, seolah-olah tidak percaya atas apa yang baru dia perbuat.
Taktik Joachim Loew memasukkannya menggantikan Miroslav Klose terbukti efektif. Dengan ditariknya Klose, Thomas Mueller pun naik ke depan untuk menjadi false nine. Mueller kemudian berperan besar dalam proses terjadinya gol Jerman ketika dia sukses menarik keluar Martin Demichelis dari sarangnya.
Lubang yang ditinggalkan Demichelis itulah yang kemudian dieksploitasi Goetze dan dari lubang itulah gol Jerman tercipta.
Kemenangan Sebuah Tim
Jerman menunjukkan kemenangan sebuah tim dengan tidak mengandalkan satu orang semata. Ketika Klose yang diandalkan di lini depan mati, Loew dengan cerdik mengganti taktiknya dengan menggunakan skema false nine. Ini menunjukkan Jerman tidak hanya punya satu opsi semata.
Berbeda dengan Argentina yang amat mengandalkan Lionel Messi. Ketika Messi buntu dan kehabisan ide, tidak ada pemain lain yang bisa membantunya.
Ini kemudian diperparah dengan pergantian pemain yang dilakukan Alejandro Sabella. Dia memasukkan Sergio Aguero yang nyaris tidak terlihat sama sekali dan menarik keluar Ezequiel Lavezzi yang tampil mengancam dari sisi kanan selama babak pertama. Dia juga menarik keluar Higuain dan memasukkan Rodrigo Palacio --yang pada akhirnya gagal memaksimalkan satu peluang emas ketika tinggal berhadapan dengan Neuer.
Apa pun itu, Jerman memang layak untuk diberi selamat. Usaha mereka membangun tim dengan mulai melakukan pembibitan terhadap pemain-pemain muda terbilang sukses. Jangan heran kalau gelar Piala Dunia 2014 ini barulah awal dari mereka.
========================================================================
*penulis adalah wartawan @Sentabet. Beredar di dunia maya dengan akun @Senta bet
Posted By : AGEN BOLA SENTABET
0 komentar:
Posting Komentar